Keberagaman Adat dan Budaya: Menghormati Tradisi Suro di Desa Sidokumpul, Kabupaten Kendal

Budaya440 Dilihat
banner 468x60

Kendal — Pepatah “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya” sangat tepat untuk menggambarkan keanekaragaman budaya di Indonesia. Negara dengan puluhan ribu pulau ini memiliki adat dan tradisi yang berbeda di setiap daerahnya. Bahkan di Jawa Tengah, khususnya Kabupaten Kendal yang hanya terdiri dari 20 kecamatan, perbedaan adat dan budaya terlihat jelas antara satu desa dengan desa lainnya.

Contoh nyata dapat dilihat di Dusun Pesanggrahan, Desa Sidokumpul, Kecamatan Patean. Di sini, masyarakat memiliki tradisi khusus dalam menyambut bulan Muharram atau Suro dalam kalender Jawa. Bulan Suro dianggap sakral, terutama pada Kamis Wage malam Jumat Kliwon. Pada malam tersebut, para pria desa setelah sholat Isya’ berkumpul di pendopo makam untuk mengadakan Mujahadah dan Istiqosah, memohon ampunan bagi arwah leluhur dan berkah bagi masyarakat.

Pendopo makam ini diyakini sebagai tempat peristirahatan terakhir Kyai Santri, seorang tokoh penyebar agama Islam yang terkenal di Jawa Tengah. Kepercayaan ini mendorong warga untuk rutin berkumpul setiap malam Jumat Kliwon di bulan Suro untuk berdoa bersama di pendopo makam tersebut.

Acara dimulai dengan sambutan dari Kepala Dusun Pesanggrahan, Teguh Rahayu, yang mengucapkan terima kasih kepada warga yang hadir dan mengajak mereka untuk kembali pada pagi hari untuk acara bersih makam atau Nyadran. “Mohon semua warga hadir kembali besok pagi untuk bersih makam dan Nyadran,” ujar Teguh Rahayu.

Setelah sambutan dari Kepala Dusun, kegiatan dilanjutkan dengan Mujahadah dan Istiqosah yang dipimpin oleh Bapak Haji Muslim. Perpaduan antara budaya Jawa yang kental dan ajaran Islam dalam acara ini menciptakan harmoni yang indah, memperlihatkan betapa agungnya budaya Jawa yang adi luhung.

Acara Nyadran keesokan paginya adalah bagian dari tradisi untuk merawat dan menghormati tempat peristirahatan leluhur. Nyadran juga menjadi kesempatan bagi warga untuk mempererat tali silaturahmi dan mengajarkan nilai-nilai budaya kepada generasi muda.

Tradisi ini adalah bukti nyata bagaimana masyarakat Jawa mampu mempertahankan dan mengintegrasikan warisan budaya leluhur dengan nilai-nilai agama Islam. Selain memperkaya budaya lokal, tradisi ini juga memperkuat rasa kebersamaan dan persatuan di antara warga.

Dengan keanekaragaman adat dan budaya yang ada, kita diajak untuk lebih mengenal dan menghargai tradisi di daerah kita masing-masing. Tradisi seperti Mujahadah dan Istiqosah di Dusun Pesanggrahan menunjukkan betapa indahnya perpaduan antara budaya dan agama yang hidup di masyarakat kita.

Pepatah “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya” mengingatkan kita bahwa perbedaan adat dan budaya adalah sesuatu yang alami dan harus dihargai. Dengan saling menghormati dan belajar dari satu sama lain, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan kuat. Keberagaman adalah kekayaan yang menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang unik dan penuh warna. Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Pesanggrahan ini mencerminkan keberagaman yang indah ini.

banner 336x280

Komentar